Pages

Jumat, 23 Oktober 2009

Artikel

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK KEUNGGULAN KOMPETITIF DALAM OPERASIONAL PERUSAHAAN PADA ERA GLOBALISASI

Pada zaman sekarang ini sudah tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu penyebab utama terjadinya era globalisasi yang dating lebih cepat dari dugaan semua pihak,dikarenakan perkembangan teknologi informasi yag sangat pesat. electronic commerce (E-commerce),implementasi internet ,electronic data interchange, virtual office, telemedicine, intranet, dan lain-lain ysng telah menerobos batas-batas fisik antar negara. Penggabungan antara teknologi komputer dengan telekomunikasi telah menghasilkan suatu revolusi di bidang sistem informasi. Sebagi contoh data atau informasi yang ingin kita kirim kesuatu tempat di Negara dapat dilakukan dengan hitungan detik ,jika dibandingkan dengan masa lalu jika kita ingin mengirim suati data maka akan membutuhkan waktu berhari-hari untuk dapat diolah sebelum mengirim data,hal itu dapat membuktikan bahwa teknologi pada saat ini sudah sangat berkembang sehingga kita akan semakin dimudahkan dalam melakukan pekerjaan.

ERA TEKNOLOGI INFORMASI

Kemajuan teknologi digital yang dipadu dengan telekomunikasi telah membawa komputer memasuki masa-masa “revolusi”-nya. Di awal tahun 1970-an, teknologi PC atau Personal Computer mulai diperkenalkan sebagai alternatif pengganti mini computer. Dengan seperangkat komputer yang dapat ditaruh di meja kerja (desktop), seorang manajer atau teknisi dapat memperoleh data atau informasi yang telah diolah oleh komputer (dengan kecepatan yang hampir sama dengan kecepatan mini computer, bahkan mainframe). Kegunaan komputer di perusahaan tidak hanya untuk meningkatkan efisiensi, namun lebih jauh untuk mendukung terjadinya proses kerja yang lebih efektif. Tidak seperti halnya pada era komputerisasi dimana komputer hanya menjadi “milik pribadi” Divisi EDP (Electronic Data Processing)

perusahaan, di era kedua ini setiap individu di organisasi dapat memanfaatkan kecanggihan komputer, seperti untuk mengolah database, spreadsheet, maupun data processing (end-user computing). Pemakaian komputer di kalangan perusahaan semakin marak, terutama didukung dengan alam kompetisi yang telah berubah dari monompoli menjadi pasar bebas. Secara tidak langsung, perusahaan yang telah memanfaatkan teknologi komputer sangat efisien dan efektif dibandingkan perusahaan yang sebagian prosesnya masih dikelola secara manual. Pada era inilah komputer memasuki babak barunya, yaitu sebagai suatu fasilitas yang dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan, terutama yang bergerak di bidang pelayanan atau jasa.

Kunci dari keberhasilan perusahaan di era tahun 1980-an ini adalah penciptaan dan penguasaan informasi secara cepat dan akurat. Informasi di dalam perusahaan dianalogikan sebagai darah dalam peredaran darah manusia yang harus selalu mengalir dengan teratur, cepat, terus-menerus, ke tempat-tempat yang membutuhkannya (strategis). Ditekankan oleh beberapa ahli manajemen, bahwa perusahaan yang menguasai informasilah yang memiliki keunggulan kompetitif di dalam lingkungan makro “regulated free market”. Di dalam periode ini, perubahan secara filosofis dari perusahaan tradisional ke perusahaan modern terletak pada bagaimana manajemen melihat kunci kinerja perusahaan. Organisasi tradisional melihat struktur perusahaan sebagai kunci utama pengukuran kinerja, sehingga semuanya diukur secara hirarkis berdasarkan divisi-divisi atau departemen. Dalam teori organisasi modern, dimana persaingan bebas telah menyebabkan customers harus pandai-pandai memilih produk yang beragam di pasaran, proses penciptaan produk atau pelayanan (pemberian jasa) kepada pelanggan merupakan kunci utama kinerja perusahaan. Keadaan ini sering diasosiasikan dengan istilah-istilah manajemen seperti “market driven” atau “customer base company” yang pada intinya sama, yaitu kinerja perusahaan akan dinilai dari kepuasan para pelanggannya. Sangat jelas dalam format kompetisi yang baru ini, peranan komputer dan teknologi informasi, yang digabungkan dengan komponen lain seperti proses, prosedur, struktur organisasi, SDM, budaya perusahaan, manajemen, dan komponen terkait lainnya, dalam membentuk sistem informasi yang baik, merupakan salah satu kunci keberhasilan perusahaan secara strategis.

Tidak dapat disangkal lagi bahwa kepuasan pelanggan terletak pada kualitas pelayanan. Pada dasarnya, seorang pelanggan dalam memilih produk atau jasa yang dibutuhkannya, akan mencari perusahaan yang menjual produk atau jasa tersebut: cheaper (lebih murah), better (lebih baik), dan faster (lebih cepat). Disinilah peranan sistem informasi sebagai komponen utama dalam memberikan keunggulan kompetitif perusahaan. Oleh karena itu, kunci dari kinerja perusahaan adalah pada proses yang terjadi baik di dalam perusahaan (back office) maupun yang langsung bersinggungan dengan pelanggan (front office). Dengan memfokuskan diri pada penciptaan proses (business process) yang efisien, efektif, dan terkontrol dengan baiklah sebuah perusahaan akan memiliki kinerja yang handal. Tidak heran bahwa di era tahun 1980-an sampai dengan awal tahun 1990-an terlihat banyak sekali perusahaan yang melakukan BPR (BusinessProcess Reengineering), re-strukturisasi, implementasi ISO-9000, implementasi TQM, instalasi dan pemakaian sistem informasi korporat (SAP, Oracle, BAAN), dan lain sebagainya. Utilisasi teknologi informasi terlihat sangat mendominasi dalam setiap program manajemen perubahan yang dilakukan perusahaan-perusahaan.

ERA GLOBALISASI INFORMASI

perkembangan dibidang teknologi informasi (komputer dan telekomunikasi) semakin pesat, sehingga jika digambarkan secara grafis,maka kemajuan yang terjadi terlihat secara eksponensial. Ketika sebuah seminar internasional mengenai internet diselenggarakan di San Fransisco pada tahun 1996,pada saat itu para praktisi teknologi informasi yang dahulu bekerja sama dalam penelitian untuk memperkenalkan internet ke dunia industri pun secara jujur mengaku bahwa mereka tidak pernah menduga perkembangan internet akan menjadi seperti ini dengat kata lain internet bnyak diminati dan sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

namun seiring jalannya waktu tidak ada yang dapat menahan lajunya perkembangan teknologi informasi. Keberadaannya telah menghilangkan garis-garis batas antar negara dalam hal flow of information. Tidak ada negara yang mampu untuk mencegah mengalirnya informasi dari atau ke luar negara lain, karena batasan antara negara tidak dikenal dalam virtual world of computer. Penerapan teknologi seperti LAN, WAN, GlobalNet, Intranet, Internet, Ekstranet, semakin hari semakin merata dan membudaya di masyarakat. Terbukti sangat sulit untuk menentukan perangkat hukum yang sesuai dan terbukti efektif untuk menangkal segala hal yang berhubungan dengan penciptaan dan aliran informasi. Perusahaan-perusahaan pun sudah tidak terikat pada batasan fisik lagi. Melalui virtual world of computer, seseorang dapat mencari pelanggan di seluruh lapisan masyarakat dunia yang terhubung dengan jaringan internet. Sulit untuk dihitung besarnya uang atau investasi yang mengalir bebas melalui jaringan internet. Transaksi-transaksi perdagangan dapat dengan mudah dilakukan di cyberspace melalui electronic transaction dengan mempergunakan electronic money.

Tidak jarang perusahaan yang akhirnya harus mendefinisikan kembali visi dan misi bisnisnya, terutama yang bergelut di bidang pemberian jasa. Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan perangkat canggih teknologi informasi telah merubah mindset manajemen perusahaan sehingga tidak jarang terjadi perusahaan yang banting stir menggeluti bidang lain. Bagi negara dunia ketiga atau yang sedang berkembang, dilema mengenai pemanfaatan teknologi informasi amat terasa. Di suatu sisi banyak perusahaan yang belum siap karena struktur budaya atau SDM-nya, sementara di pihak lain investasi besar harus dikeluarkan untuk membeli perangkat teknologi informasi. Tidak memiliki teknologi informasi, berarti tidak dapat bersaing dengan perusahaan multinasional lainnya, atau gulung tikar.

Konsep keunggulan kompetitif dalam operasional perusahaan

pengembangan sumber daya manusia (SDM) sangatlah penting, khususnya pemberdayaan, adalah penempatan pengembangan SDM dalam strategi korporat. pemberdayaan (empowerment) akan terbentur seandainya berada di luar agenda strategi perusahaan.Untuk menunjang strategi keunggulan biaya, program-program pemberdayaan relevan bagi peningkatan keunggulan biaya perusahaan. Namun pemberdayaan sebenarnya mengandung nilai-nilai strategis yang menentukan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif.Dua hal penting membenarkan pemikiran ini. Pertama, manajemen memperkenalkan pemberdayaan untuk mendorong terciptanya pemikiran dan gagasan strategis pada lapisan manajemen yang lebih rendah.

Kedua, pemberdayaan memerlukan pendekatan komprehensif untuk mengoptimasi sumber daya perusahaan. Pelibatan karyawan melalui manajemen partisipatif (total quality management) dalam proses pengambilan keputusan mencerminkan pendekatan tersebut.Namun Kegiatan manajemen fungsional mengacu pada strategi masing-masing fungsi menajemen di bawah visi dan strategi korporat. Sebaliknya, strategi korporat dirumuskan berdasarkan unsur-unsur fungsi manajemen dengan mempertimbangkan lingkungan bisnis.

strategic Uses of Information Technology

pada perkembangan teknologi informasi saat ini sudah banyak dibuat alat-alat untuk mempermudah manusia dalam melakukan kegiatan,akan tetapi masih banyak prokontra yang dibicarakan dalam pemanfaatan IT di salah satu bidang,contoh pada sistem perpustakaan telah dibicarakan soal efisiensi waktu dan tenaga kerja,akan tetapi tetap akan ada positif dan negatifnya.Positifnya adalah kita dapat mengikuti perkembangan teknologi saat ini,modernisasi,dan tidak boros tempat.Negatifnya adalah dapatmenyebabkan pengurangan tenaga kerja ,SDM yang belum siap akan teknologi perlunya sosialisasi antara pengunjung dan pihak perpustakaan,

oleh karena itu pelatihan SDM sangat diperlukan agar pada saat perpustakaan diadakan perubahan dengan menggunakan mesin pencari otomatis maka para pegawai tidak canggung lagi dalam menggunakan mesin tersebut. banyak hal untuk dapat meningkatkan kemampuan SDM-nya dengan memanfaatkan fasilitas TI yang murah, sederhana, bahkan kemungkinan besar sebetulnya sudah dimiliki oleh PNRI.

Yang pertama tentu saja mengoptimalkan Internet. Pengetahuan tentang berbagai hal dapat dibangun dengan cara menjelajah berjuta-juta website, menonton video tutorial, dan lain sebagainya yang ada di Internet. Mailing list serta forum fasilitas diskusi di Internet dapat kita ikuti sesuai dengan kesukaan dan kebutuhan kita masing-masing. Bahkan semua fasilitas Internet yang sangat banyak itu dapat dengan mudah dipilah dengan adanya fasilitas mesin pencari.

Internet dapat dianggap sebagai sumber informasi yang sangat besar. Bidang apa pun yang diminati, bisa dipastikan tersedia informasinya di Internet. Para pegawai dapat mengakses secara online dari berbagai tempat untuk mendapatkan sumber primer tentang berbagai info perkembangan dunia dan teknologi dalam hitungan detik.

Walaupun harus diakui di awal akan terjadi kesulitan dan kebingungan serta kemungkinan disertai penggunaan yang kurang tepat dari Internet, tapi lama kelamaan apabila diberi tuntunan dan aturan yang tegas para pegawai akan dapat terbiasa menggunakan Internet secara tepat dan bijak. Cara yang perlu dicoba adalah mengkondisikan agar seluruh pegawai mau tidak mau harus menggunakan Internet, seperti memberikan pengumuman dan koordinasi berkaitan dengan organisasi melalui email atau website, dan lain sebagainya. Para pustakawan di PNRI dapat diberi fasilitas akses ke internet dan mencoba sendiri satu-persatu fiturnya, seperti voice chat, video conference, VOIP dan lain-lain sehingga mereka dapat merasakan manfaat secara langsung untuk kegiatan pribadinya. Jika hal ini terealisasi dan berjalan lancar, maka dapat dipastikan kendala antipati terhadap TI sudah bukan masalah lagi.

Membangun Customer Focused Bisnis

Budaya membangun atau service culture pada pelanggan internal sudah seharusnya menjadi tujuan perusahaan yang ingin customer focus. Untuk membangun service culture ini tidak cukup hanya dengan melalui pelatihan-pelatihan.

Pada awalnya, pendekatan top down merupakan cara yang efektif dalam membangun service culture ini. Artinya, kesadaran dan contoh teladan harus datang dari pucuk pimpinan, disemaikan ke bawah dengan berbagai media penyampaian. Membangun service culture ini harus dipandang sebagai sesuatu yang stratejik sifatnya. Oleh karena itu, dorongan dari atas akan sangat efektif. Baru setelah mulai berjalan, empowerment of employes menjadi tahap berikutnya. Memberikan keleluasaan pada karyawan pada batas tertentu akan mendorong karyawan berkreasi dalam memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan. Dari dua hal tersebut dapat disimpulkan bahwa membangun service culture bukanlah upaya instan yang akan memberikan hasil instan pula. Ini yang penting disadari.

Service culture harus dibangun dalam tubuh perusahaan secara keseluruhan. Tidak hanya pada frontliners. Banyak service provider yang mengira dengan melatih para frontliners agar dapat memiliki budaya melayani, berarti tugasnya sudah selesai. Padahal, para fronliners ini tidak mungkin dapat melakukan tugasnya dengan baik tanpa adanya dukungan dari back office yang juga memiliki orientasi yang sama.

Membangun service culture perlu didukung dengan pola reward dan punishment yang jelas dan memadai. Menuntut karyawan memiliki budaya melayani tanpa adanya penghargaan yang baik, karena memang kurang termotivasi. Customer focus bukanlah suatu retorika, yang hanya dicanangkan untuk mencapai tujuan sesaat. Customer focus sesungguhnya adalah nadi suatu perusahaan.yang akan terus berdenyut selama perusahaan itu masih terus aktif dan akan terus berkembang menjadi lebih baik..

Value Chain & Strategic Informastion System

Tingginya tingkat persaingan bisnis menuntut perusahaan untuk meningkatkan strategi dalam memenangkan persaingan. Untuk itu perusahaan dapat menggunakan strategi pembenahan kondisi internal perusahaan. Analisis Rantai Nilai (Value Chain Analysis) dengan dukungan Analisis Metode Jalur Kritis (Critical Path Method) merupakan instrumen yang tepat untuk melakukan analisis kondisi internal perusahaan. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Lapangan (Field Research) berupa Pengamatan Langsung (Observation), Wawancara (Interview) dan Penelitian Kepustakaan (Library Research). Metode analisis yang digunakan yaitu : Analisis Lima Kekuatan Bersaing Porter, Analisis SWOT (Strength Weakness Opportunities Threat) dan Analisis Rantai Nilai. Hasil analisis menunjukkan bahwa PT. Fondako perlu membenahi kondisi internal perusahaan khususnya pada pemanfaatan Teknologi Sistem Informasi yang lebih baik lagi dan tepat guna. namun perusahaan memerlukan dukungan Teknologi Informasi agar mampu menggunguli para kompetitornya.

Reengineering Bussiness Process

belakangan ini terjadi sesuatu pada dunia bisnis yaitu makin pentingnya peran konsumen serta keragaman keinginan konsumen yang menuntut fleksibilitas yang tinggi bagi pelaku bisnis. Yang diakibatkan lingkungan yang berlangsung sangat cepat dan permanent,akan tetapi Business Process Reengineering menawarkan solusi terhadap semua masalah yang terjadi di atas dengan memanfaatkan semua informasi yang didapat di antaranya melalui eTOM. Menurut Hammer BPR adalah “The fundamental analysis and radical redesign of business processs to achieve dramatic improvement in critical measures of performance”.

Menciptakan Virtual Company

Virtual company (VC) adalah salah satu metode yang dapat membuat owner dan manager mengatasi menegement yang dibutuhkan. VC dilengkapi dengan administrasi, kreatif dan teknikal skill serta pelayanan yang dapat membantu entrepreneurs dan professionals lebih mudah mengatur bisnis yang akan dijalankan ,jadi kesimpulannya virtual company yang akan digunakan adalah suatu perusahaan yang membuat suatu aplikasi sistem informasi yang digunakan untuk menjembatani antara perusahaan dan klien secara online.

Membangun Knowledge Creating Company

Untuk membangun Knowlage creating company dapat dilakukan dengan cara

  1. Upaya inovasi langsung oleh eksekutif yang memiliki define bidang pengetahuan.
  1. Mendorong individu untuk memberikan ruang bagi pengembangan pengetahuan.
  2. Tetap mempertahankan rasa urgensi untuk kebiasaaan.
  3. Memastikan informasi umpan balik berjalan dengan lancar.
  4. Melibatkan sebanyak mungkin anggota dalam proses berfikir.
  5. Membuat SDM menjadi lebih kritis dalam berpendapat.
  6. Percaya dan melihat manajer menengah sebagai posisi terbaik untuk membentuk sintesis yang realistis eksekutif ,aspirasi dan oprasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar